Gerai Lapis Sangkuriang yang terletak di Jalan Pajajaran, Bogor, tak
pernah sepi. Hampir sepanjang waktu, pengunjung menjejali gerai yang
menjual kue lapis.
Lantaran banyak orang yang memburu
oleh-oleh ini, Rizka Wahyu Romadhona, pemilik Lapis Sangkuriang,
menerapkan sistem antrean bagi para konsumen. Ia juga membatasi
pembelian hanya tiga kotak roti bagi setiap pembeli. “Produksi kami
masih terbatas,” kata lulusan Teknik Informatika, Institut Teknologi
Surabaya ini.
Meski terbatas, nyatanya, penjualan lapis
berbahan talas, umbi yang banyak terdapat di Bogor, cukup besar. Dalam
sehari, tak kurang dari 3.900 kotak Lapis Sangkuriang terjual.
Selain gerai di Jalan Pajajaran, Rizka juga membuka dua cabang lain,
di Jalan Sholeh Iskandar Bogor dan Jalan Raya Puncak, Ciawi. Di luar
itu, masih ada 10 resellers yang tersebar di sekitar Bogor.
Usaha Rizka patut mengundang decak kagum. Maklum, perempuan asal
Surabaya tersebut belum lama ini menjalani usaha ini. Tepatnya, pada
Juni 2011, ia mulai membuat kue lapis berbahan talas.
Rizka
dan sang suami, Anggara Kasih Nugroho Jati, memang pasangan pebisnis.
Kiprah awal mereka adalah berdagang bakso. Rizka, yang saat itu masih
berstatus karyawan suatu perusahaan telekomunikasi, selalu membawa
bakso dalam kantong plastik dan dijual ke teman-teman sekantor.
Rizka melepas jabatan sebagai manager di perusahaan tersebut, setelah
profit penjualan baksonya menyamai gajinya. Bersama sang suami, Rizka
total terjun menjadi pengusaha bakso. Selain memasok bakso ke konsumen
lamanya di Jakarta, mereka juga menawarkan kemitraan gerai bakso.
Sayang, usaha itu tak berumur panjang. “Banyak mitra yang nakal,
mencampur bakso kami dengan bakso lain, sehingga kualitas menurun,”
tutur dia. Rizka pun menuai rugi karena banyak gerai yang tutup. Ia
harus menjual mobil. Bahkan, motor operasional ditarik leasing. “Kami
menunggak pembayaran angsuran rumah hingga empat bulan,” kenang dia.
Lapis dari talas
Berpijak dari keterpurukan dan kebutuhan uang yang mendesak, Rizka
kembali memutar otak. Terinspirasi oleh ramainya pariwisata di Bogor,
tebersitlah idenya untuk membuat produk oleh-oleh khas Bogor.
Tak ingin mengulang pengalaman pahit saat berdagang bakso, Rizka mulai
memikirkan matang-matang konsep usahanya. Selain kualitas, produknya
harus mempunyai ciri khas yang lekat dengan Kota Bogor.
Ia pun teringat pada lapis surabaya yang begitu populer. “Di Bogor belum ada lapis seperti itu,” kata dia.Lantas,
Rizka meminta resep dari ibunya di Surabaya. Supaya nuansa Kota Hujan
tampak, ia menggunakan talas yang berlimpah di Bogor. Ia mencoba bahan
baku itu sebagai pengganti terigu. Bermodal uang Rp 500.000 dan mixer
milik mertua, perempuan 29 tahun ini membuat lapis talas.
Semula Rizka menjual lapis talas itu ke tetangga, teman, arisan, serta
kelompok pengajian. Namun, ia menyadari gaya pemasaran semacam itu tak
bisa mendongkrak penjualan dengan cepat. Rizka pun menawarkan lapis
talas ke beberapa hotel di Bogor. Sayang, usaha itu gagal.
Tak
kurang akal, Rizka pun melobi pimpinan perhimpunan pengusaha hotel dan
restoran di Bogor. Ia mengenal jaringan pengusaha hotel dan resto
karena aktif mengikuti pameran yang diselenggarakan Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan.
Dari situ, jalan bagi Rizka terbuka. “Hotel memberi kesempatan untuk membuka booth jika ada rombongan yang ingin membeli oleh-oleh,” kata perempuan ayu berhijab ini.
Rasa yang enak, tekstur lembut, serta harga yang terjangkau membuat
lapis talas Rizka benar-benar menjadi buah tangan andalan Bogor. Bukan
hanya tamu hotel, banyak pelancong yang juga mencari Lapis Sangkuriang
untuk dibawa pulang.
Untuk memudahkan pelanggan, Rizka membuka
gerai pertamanya di Jalan Baru pada Desember 2011. Tahun berikutnya,
dua gerai lain beroperasi.
Kendati terlihat mulus, Rizka juga
mengalami berbagai rintangan dalam perjalanan usahanya. Pernah, saat
jumlah karyawan mencapai 60 orang, Rizka merasakan masalah datang silih
berganti. “Ketika itu, saya sempat berpikir mengakhiri usaha ini.
Pusing mengelola banyak orang,” kisah dia.
Seorang teman
lantas menyarankan Rizka untuk memakai jasa konsultan bisnis. Maklum,
meski sudah mengenyam pendidikan magister bisnis, Rizka mengakui tak
bisa langsung mempraktikkan ilmunya di lapangan. Ia pun mendapat banyak
masukan dari konsultan bisnis tersebut.
Sampai kini, Rizka
masih menggunakan jasa konsultan bisnis. Jumlah karyawan sudah mencapai
114 orang. Ia juga berencana meningkatkan kapasitas produksi hingga
empat kali lipat. Ia tengah mempersiapkan sebuah pabrik lapis. (J. Ani Kristanti, Fransiska Firlana)
Jumat, 14 Juni 2013
Gagal di Bakso, Rizka Sukses Bisnis Oleh-oleh
Tags :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
-Kami tidak akan segan-segan menghapus komentar anda jika tidak berhubungan dengan artikel.
-Dilarang keras berkomentar dengan live lnik (akan dihapus).
-Komentar yang membangun sangat kami harapkan Untuk memajukan blog ini.